Tripanosomiasis, disebut juga penyakit tidur dari Afrika, merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh infeksi protozoa yang tergabung dalam genus Trypanosoma. Penyakit ini ditularkan ke manusia melalui gigitan lalat tsetse (genus Glossina) yang sebelumnya telah menggigit hewan atau manusia lain yang terinfeksi. Di antara semua jenis lalat tsetse yang hanya hidup di sekitar gurun Sahara ini, hanya beberapa spesies saja yang dapat menularkan penyakit ini.

Bentuk-bentuk tripanosomiasis

Ada dua bentuk penyakit tripanosomiasis, bergantung pada parasit yang terlibat:

  • Trypanosoma brucei gambienseditemukan di Afrika bagian tengah dan barat. Parasit ini dapat menyebabkan infeksi kronik. Artinya seseorang bisa terinfeksi selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala atau tanda apapun. Penderita seringkali baru diketahui menderita penyakit ini pada stadium yang telah lanjut dimana sistem saraf pusat sudah mengalami kerusakan.
  • Trypanosoma brucei rhodosienseditemukan di Afrika bagian timur dan selatan. Parasit ini menyebabkan infeksi akut. Tanda dan gejala penyakit muncul untuk pertama kalinya pada beberapa minggu atau beberapa bulan setelah timbulnya infeksi. Penyakit ini berkembang dengan cepat dan mengenai sistem saraf pusat.

Ada juga bentuk tripanosomiasis yang terjadi di Amerika Latin, yang lebih sering dikenal sebagai penyakit Chagas. Organisme penyebabnya berasal dari subgenus yang berbeda dengan tripanosoma Afrika dan ditularkan oleh vektor yang berbeda.

Tripanosomiasis juga dapat terjadi pada binatang, baik binatang ternak maupun binatang liar.

Tanda dan gejala

Penyakit ini hampir selalu ditularkan oleh lalat tsetse, tetapi bisa juga melalui metode lain seperti:

  • Dari ibu ke anak yang sedang dikandungnya. Tripanosoma dapat menembus plasenta dan menginfeksi janin.
  • Transmisi mekanik melalui serangga penghisap darah lainnya, meskipun sulit dilacak.
  • Infeksi secara tidak sengaja di laboratorium karena kontak dengan darah yang terinfeksi.
  • Penularan melalui hubungan seksual.

Pada tahap awal, tripanosoma berkembang biak di jaringan subkutan, darah, dan limfe. Tahap ini disebut juga tahap hemolimfatik, yang dapat menimbulkan gejala demam, nyeri kepala, nyeri sendi, dan gatal.

Pada tahap selanjutnya, parasit akan menembus sawar darah otak dan menginfeksi sistem saraf pusat. Tahap ini disebut juga tahap neurologis atau tahap meningoensefalikal. Umumnya, pada tahap inilah gejala mulai tampak jelas seperti: perubahan tingkah laku, linglung, gangguan sensoris dan koordinasi gerak tubuh yang terganggu. Gangguan siklus tidur merupakan ciri khas penyakit ini. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat berakibat fatal.

Gejala yang umumnya muncul pada penyakit ini, antara lain:

  • Cemas, gelisah
  • Suasana hati yang mudah berubah
  • Demam
  • Nyeri kepala
  • Lemah
  • Insomnia pada malam hari
  • Mengantuk (yang tidak tertahankan) pada siang hari
  • Beringat
  • Pembengkakan kelenjar limfe di seluruh tubuh
  • Benjolan bengkak, merah, nyeri di lokasi gigitan lalat

Diagnosis dan pengobatan

Diagnosis penyakit ini dilakukan dengan pemeriksaan darah atau cairan tubuh lain secara laboratoris. Diagnosis harus ditegakkan sedini mungkin agar penyakit tidak berlanjut ke tahap neurologis dimana pemeriksaan dan pengobatannya akan semakin sulit.

Pengobatan penyakit ini bergantung pada tahapan penyakit. Obat-obat yang digunakan pada tahap awal lebih aman dan lebih mudah digunakan daripada yang untuk tahap lanjut. Selain itu, semakin cepat penyakit ini teridentifikasi, semakin besar peluang kesembuhannya. Pemantauan hasil terapi memerlukan waktu hingga 24 bulan karena parsit masih mungkin hidup dan berkembang biak bahkan beberapa bulan setelah selesai pengobatan. Keberhasilan terapi penyakit yang sudah memasuki tahap lanjut bergantung pada kemampuan obat tersebut dalam menembus sawar darah otak untuk membunuh parasit yang ada di dalam otak. Dan obat-obatan itu sangat berbahaya dan sulit penggunaannya.

Pencegahan

Belum ada vaksin atau obat profilaksis untuk mencegah tripanosomiasis Afrika ini. Tindakan pencegahan dilakukan dengan meminimalisir kontak dengan lalat tsetse. Jika sedang melakukan perjalanan ke Afrika, jangan segan untuk menanyakan kepada penduduk lokal tempat-tempat mana saja yang sebaiknya dihindari agar tidak tertular penyakit ini. Cara lain misalnya:

  • Mengenakan pakaian berlengan panjang dan cukup tebal dengan warna yang tidak mencolok atau bisa membaur dengan lingkungan. Lalat tsetse tertarik pada warna-warna yang terlalu terang atau terlalu gelap dan dapat menggigit menembus pakaian yang terlalu tipis.
  • Pastikan tidak ada lalat di kendaraan yang dinaiki. Lalat tsetse tertarik pada gerakan dan debu dari kendaraan yang bergerak.
  • Hindari semak-semak. Lalat tsetse tidak terlalu aktif pada cuaca panas, tetapi akan menggigit bila tempat tinggalnya di semak-semak terganggu.

Gunakan lotion anti serangga. Lotion memang terbukti kurang ampuh untuk mencegah gigitan lalat tsetse, tetapi cukup ampuh untuk menangkal serangga lain yang mungkin juga bisa menularkan penyakit ini.

Sumber: http://doktersehat.com/penyakit-tidur-dari-afrika/#ixzz4uVHEkuMk

Menu